MENYANTUNI
KAUM DHUAFA
A. Surah Al Isra 26-27
Dalam upaya menanamkan kepekaan untuk saling
tolong-menolong tersebut, kita dapat membiasakan diri dengan menginfakkan atau
memberikan sebagian rezeki yang kita peroleh meskipun sedikit.
1. Asbabun Nuzul
Khusus pada ayat 26-27 pada surah Al Isra ini memiliki
asbabun nuzul yang diriwayatkan oleh At Tabrani yang bersumber dari Abu Sa’id
Al Khudri dan dalam riwayat ini oleh Ibnu
Marduwin yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa ketika turun ayat ini, Rasululah SAW memberikan tanah di Fadak (tanah yang diperoleh Rasulullah dari pembagian ganimah atau rampasan perang) kepada Fatimah
Marduwin yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa ketika turun ayat ini, Rasululah SAW memberikan tanah di Fadak (tanah yang diperoleh Rasulullah dari pembagian ganimah atau rampasan perang) kepada Fatimah
2. Bacaan Surah Al Isra Ayat 26-27
(٢٦) وَءَاتِ
ذَا ٱلۡقُرۡبَىٰ حَقَّهُ ۥ وَٱلۡمِسۡكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرۡ
تَبۡذِيرًا
إِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْ إِخۡوَٲنَ ٱلشَّيَـٰطِينِۖ وَكَانَ ٱلشَّيۡطَـٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورً۬ا (٢٧)
إِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْ إِخۡوَٲنَ ٱلشَّيَـٰطِينِۖ وَكَانَ ٱلشَّيۡطَـٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورً۬ا (٢٧)
Artinya : (26) “Dan berikanlah kepada
keluarga-keluarga yang dekat akan haknya ; kepada orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan; dan janganlah kamu menhamburkan (hartamu) secara boros. (27)
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu
sangat ingkar kepada tuhannya. “ (QS Al Isra: 26-27)
3. Isi Kandungan
Pada ayat 26, dijelaskan bahwa selain berbakti, berkhidmat,
dan menanamkan kasih sayang, cinta, dan rahmat kepada orang tua, ita pun
hendaknya memberi bantuan kepada kaum keluarga yang dekat karena mereka paling
utama dan berhak untuk ditolong.
Allah memerintahkan manusia untuk berbakti dan berbuat
baik tidah hanya kepada orang tua saja, namun masih harus berbuat baik kepada
tiga golongan lain,yaitu:
a.
Kepada kaum kerabat
b.
Kepada orang miskin
c.
Kepada orang terlantar
Pada ayat 27, Allah mengingatkan bahwa betapa buruknya
sifat orang yang boros. Mereka dikatakan sebagai saudara setan karena suka
mengikuti dan sanagt penurut kepadanya. Orang yang boros bermakna orang yang
membelanjakan hartanya dalam perkara yang tidak mengandung ketaatan.
B. Surah Al Baqarah Ayat 177
1. Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat oleh Abdurrazaq dari Ma’mar dan
dari Qatadah serta riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abul aliyah
menerangkan tentang kaum Yahudi yang menganggap bahwa yang baik itu salat
menghadap ke barat, sedangkan kaum Nasrani mengarah ke timur sehingga turuklah
Al Baqarah Ayat ini
2. Bacaan Surah Al Baqarah Ayat 177
Artinya: “Bukanlah kebaikan-kebaikan itu menghadapkan
ke wajah kamu kea rah timur dan barat, tetapi kebaikan itu adalah barang siapa
yang beriman kepada Allah, hari akhirat, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada para kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang membutuhkan pertolongan), orang-orang
yang meminta-minta, dan membebaskan perbudakan, mendirikan salat, menunaikan
zakat, dan orang-orang yanmg memenuhi janjinya bila mereka berjanji, dan
orang-orang yang sabar dalam menghadapi kesempitan, penderitaan,dan pada waktu
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah
orang-orang yang bertaqwa. “ (QS. Al Baqarah: 177)
3. Isi Kandungan
Yang dimaksud denagn kebaikan pada surah Al Baqarah
Ayat 177 ini adalah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi dan senantiasa mewujudkan keimanannya di dalam kehidupan
sehari-hari.
Contoh-contoh dari perbuatan baik
tersebut antara lain sebagai berikut.
a.
Memberi harta yang dicintainya
kepada karib kerabat yang membutuhkannya.
b.
Memberikan bantuan kepada anak
yatim.
c.
Memberikan harta kepada musafir yang
membutuhkan.
d.
Memberi harta kepada orang-orang
yang terpaksa meminta-minta.
e.
Memberikan harta untuk memerdekakan
hamba sahaya.
f.
Menjalankan ibadah yang telah
diperintahkan Allah denagn penuh keikhlasan.
g.
Menunaikan zakat kepada orang yang
berhak menerimanya sebagaimana yang tersebut dalam surah At Taubah Ayat 60.
h.
Menepati janji bagi mereka yang
mengadakan perjanjian.
Akan tetapi, terhadap janji yang bertentangan dengan
hokum Allah
(syariat islam) seperti janji dalam perbuatan maksiat, maka janji itu tidak boleh (haram) dilakukan.
(syariat islam) seperti janji dalam perbuatan maksiat, maka janji itu tidak boleh (haram) dilakukan.
Nilai amal shaleh sangat erat kaitannya denagn iman.
Sebaliknya, amal saleh bila tidak didasari dengan iman (bukan karena Allah),
maka dosa itu tidak bias ditebus dengan amal saleh sebesar apapun sehingga
perbuatan-perbuatan baik yang telah dilakukan tidaka akan bernilai (pahala) dan
sia-sia. Al Quran dalam hal ini menyatakan sebagai berikut.
a.
Orang yang mati dalam kekafiran akan
dihapus amalannya.
b.
Orang-orang yang musyrik akan
dihapus amalannya.
c.
Amal perbuatan orang-orang kafir
akan sia-sia.
d.
Orang kafir akan ditimpakan siksa di
dunia dan di akhirat.
e.
Orang kafir dan musyrik akan
dimasukkan ke dalam neraka.
f.
Orang yang tidak beriman kepada
akhirat hanya mendapatkan kehidupan dunia saja.
C. Penerapan Sikap dan Perilaku
Pencerminan terhadap Surah Al Isra ayat 26-27 dan Al
Baqarah Ayat 177 dapat melahirkan perilaku,antara lain sebagai berikut.
1.
Bekerja dengan tekun untuk mencari
nafkah demi keluarga.
2.
Suka menabung dan tidak pernah berlaku
boros meskipun memiliki banyak harta.
3.
Menjauhi segala macam kegiatan yang
sia-sia dan menghabiskan waktu percuma.
4.
Suka bersedekah, khusunya terhadap
orang yang kekurangan dimulai dari keluarga dan tetangga terdekat.
5.
Mempelajari ilmu agama dan mengamalkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Muhammad
sang pecinta kaum dhuafa
Dan oleh kasih Tuhanmu kamu pun (Muhammad) bersikap lemah-lembut kepada
mereka
(QS 3:159)
(QS 3:159)
Demikian Tuhan sendiri menggambarkan sifat-utama pesuruhnya. Bukan hanya
itu, di dalam kitab-suci-Nya Dia kabarkan:
Telah datang padamu seorang Pesuruh dari (kalangan) dirimu sendiri. Dia merasa berat atas apa-apa yang menimpamu,
sangat menginginkan (kesejahteraan)-mu, dan kepada orang-orang beriman
dia amatlah penyantun dan penyayang. (QS 9:128)
Kiranya,
semua sifat penuh kasih dan kelembutan itu adalah suatu kenyataan logis
mengingat Tuannya Muhammad s.a.w. itu telah berfirman bahwa, ia (Muhammad) tak
disuruh kecuali untuk menebarkan kasih bagi alam dan segenap penghuninya (QS
21:107). Ia adalah utusan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, ia adalah suruhan
Penopang dan Pemelihara alam keseluruhan.Suatu kali sahabatnya mendengar ia
berkata: ”Orang-orang yang saling mencinta karena mengakui Kebesaran-Nya,
hidupnya akan penuh cahaya, sehingga bahkan para nabi dan syuhada iri
kepadanya.” Memang, ”tak akan masuk surga … kecuali kalian saling mencinta,”
begitu dinasihatkannya.
Biografinya
penuh dengan kisah-kisah fantastis yang mendemonstrasikan sifat penuh
cinta-kasih seperti itu. Juga kepada anak-anak. Dia dikenal tak tahan mendengar
tangis anak-anak; sebaliknya, orang melihatnya senang menggendong dan
memboncengkan mereka di atas untanya. Dia senang menciumi anak-anak sehingga,
ketika seorang badui mengecamnya karena mempertunjukkan sikap yang katanya
kurang ”laki-laki”, dengan agak kesal dia menukas: ”Siapa yang tidak
mengasihi tak akan dikasihi.”Keprihatinannya terhadap nasib para janda juga
sudah merupakan bahan standar dalam uraian-biografisnya. Dia jadikan upaya
mengurusi kaum yang lemah ini sebagai insentif untuk meraih surga, sebagaimana
menyantuni anak yatim adalah bukti integritas keagamaan seseorang. Yang tak
pernah dia lupakan, kapan saja ia bertemu anak-anak tanpa ibu-bapa ini, adalah
mengusap-usap kepala mereka. Katanya: ”Orang yang menyantuni anak yatim akan
bersamaku di surga, seperti jari telunjuk dan jari tengah.”
Berkiprah di
tengah-tengah kaum dhu’afa, belajar dari Nabi ini, adalah tak kurang
daripada perjalanan spiritual untuk menemui-Nya. Katanya: ”Temui (Dia)
di tengah-tengah mereka.”
Meski perbudakan adalah sesuatu yang lazim di masanya, perlakuan Muhammad
s.a.w. kepada mereka tak beda dengan terhadap manusia merdeka. Seorang budak
perempuan yang bersedih karena menghilangkan uang belanja majikannya membuatnya
mau menunda aktivitasnya. Digantinya uang yang hilang, diantarnya si budak ke
pasar untuk membeli barang suruhan majikannya, dan ditemaninya pulang ke rumah
demi menghindarkan kemarahan sang tuan akibat keterlambatan yang lama. Begitu
baiknya ia kepada budaknya sendiri, Zaid ibn Haritsah, sehingga sang budak
tetap memilih tinggal bersamanya bahkan ketika ia hendak diserahkan kembali
kepada orangtuanya sebagai manusia merdeka. Kata sang budak, sepanjang hidupnya
Muhammad tak pernah menunjukkan kekesalan kepadanya.
Rasa
pemaafnya nyaris tanpa batas. Dia menjenguk musuh yang terus menghina dan
menyiraminya dengan kotoran ketika si musuh didapatinya terbaring sakit. Dia
menyuapi Yahudi tunanetra yang setiap hari mencacinya. Dan dia memberikan
amnesti tanpa syarat kepada kaum penindas Makkah yang telah berupaya
menyengsarakan hidupnya, justru ketika dia bisa melakukan apa saja setelah
menaklukkan mereka. Ketika Jibril bertanya, apakah Nabi mau agar ia (Jibril)
jatuhkan gunung kepada orang-orang yang menganiayanya di Tha’if, dia malah
memintakan ampun atas merka. ”Karena mereka tidak mengerti,” katanya.
Tak hanya
ketika di dunia saja Muhammad mempersembahkan hidupnya untuk manusia. Di
ranjang-kematiannya, kata-kata yang terus terucap adalah: ”Umatku … umatku
….” Bahkan, dikabarkan bahwa, kelak di padang mahsyar sana, ketika semua orang
bukan alang-kepalang kebingungan dan ketakutan, ketika ibu-ibu pun melupakan
anak-anaknya karena dahsyat dan mencekamnya suasana, yang dia lakukan adalah
memanggil semua orang – termasuk para pendosa: ”Halumma … halumma … (Kemarilah
… kemarilah …). Biar aku berikan syafa’atku kepadamu, agar Tuhan
mengampuni dosa-dosamu.”
Begitu
kasihnya Muhammad pada manusia sehingga dia katakan bahwa Tuhannya ada bersama
orang-orang lemah, orang-orang yang hancur hatinya, orang-orang lapar,
orang-orang yang terasing dan kesepian, dan orang-orang sakit. Bahkan, tak ada
Islam yang lebih utama ketimbang menyantuni mereka.
”Apakah
Islam yang paling baik itu?” ia ditanya.
”Islam
yang paling baik adalah memberi makan orang yang lapar dan menebarkan kedamaian
di tengah orang-orang yang kau kenal maupun yang asing,” jawabnya.
Suatu kali ia pun mengajar kita: ”Barangsiapa menyayangi apa-apa yang ada di bumi, dia akan disayangi Yang di Langit.”
Suatu kali ia pun mengajar kita: ”Barangsiapa menyayangi apa-apa yang ada di bumi, dia akan disayangi Yang di Langit.”
Kedermawanan-hatinya
tak mengecualikan manusia, bahkan makhluk lain yang bukan manusia. Sudah
terkenal perintahnya agar manusia tak merusak tetumbuhan, meskipun dalam
kecamuk perang. Pernah dia kabarkan pula ihwal seorang pelacur yang diampuni
dosa-dosa-kejinya hanya karena memberi minum seekor anjing yang kehausan.
Hingga sabdanya: ”Dalam setiapyang di dalamnya melata kehidupan, ada
ganjaran.”Kepada orang kafir pun tak kurang-kurang ia luapkan kedermawanan
hatinya. Setidaknya ini kisah Jalaluddin Rumi dalam Matsnawi-nya :
(makhluk)
Seorang
kafir mengunjungi Nabi, dan Nabi pun menjamunya. Sebagaimana kebiasaan
orang-orang yang hanya percaya dunia, dia makan dengan ”tujuh perut”-nya. Tapi
bukan itu saja. Setelah mengenyangkan dirinya, dia berbaring di ruang tamu, dan
mengotori kain linen, milik Nabi, tempatnya berbaring. Malah akhirnya dia
menyelinap keluar rumah begitu saja sebelum fajar menjelang. Ketika ia terpaksa
kembali untuk mengambil barangnya yang tak sengaja tertinggal di rumah Nabi,
didapatinya manusia mulia ini sedang mencuci kain linen itu dengan tangannya
sendiri, tanpa sedikit pun menunjukkan kekesalan kepada si kafir.
Memang, tak
ada yang bisa ragu, Muhammad s.a.w. menjadikan jalan terpendek untuk bertemu
Tuhan kita, tidak pada sekadar ibadah ritual belaka, bahkan tidak pada
latihan-latihan mistik individual saja, melainkan pada besarnya cinta kita.
Cinta kepada Tuhan Sang Maha Cinta, dan cinta pada sesama manusia.