Pages

Ads 468x60px

Sunday, January 27, 2013

Manfaat Menyantuni Kaum Dhuafa


MENYANTUNI KAUM DHUAFA

A. Surah Al Isra 26-27
Dalam upaya menanamkan kepekaan untuk saling tolong-menolong tersebut, kita dapat membiasakan diri dengan menginfakkan atau memberikan sebagian rezeki yang kita peroleh meskipun sedikit.
1. Asbabun Nuzul
Khusus pada ayat 26-27 pada surah Al Isra ini memiliki asbabun nuzul yang diriwayatkan oleh At Tabrani yang bersumber dari Abu Sa’id Al Khudri dan dalam riwayat ini oleh Ibnu
Marduwin yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa ketika turun ayat ini, Rasululah SAW memberikan tanah di Fadak (tanah yang diperoleh Rasulullah dari pembagian ganimah atau rampasan perang) kepada Fatimah

2. Bacaan Surah Al Isra Ayat 26-27

(٢٦) وَءَاتِ ذَا ٱلۡقُرۡبَىٰ حَقَّهُ ۥ وَٱلۡمِسۡكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرۡ تَبۡذِيرًا
إِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْ إِخۡوَٲنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ‌ۖ وَكَانَ ٱلشَّيۡطَـٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورً۬ا (
٢٧)


Artinya : (26) “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya ; kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menhamburkan (hartamu) secara boros. (27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada tuhannya. “ (QS Al Isra: 26-27)
3. Isi Kandungan
Pada ayat 26, dijelaskan bahwa selain berbakti, berkhidmat, dan menanamkan kasih sayang, cinta, dan rahmat kepada orang tua, ita pun hendaknya memberi bantuan kepada kaum keluarga yang dekat karena mereka paling utama dan berhak untuk ditolong.
Allah memerintahkan manusia untuk berbakti dan berbuat baik tidah hanya kepada orang tua saja, namun masih harus berbuat baik kepada tiga golongan lain,yaitu:
a.    Kepada kaum kerabat
b.    Kepada orang miskin
c.    Kepada orang terlantar
Pada ayat 27, Allah mengingatkan bahwa betapa buruknya sifat orang yang boros. Mereka dikatakan sebagai saudara setan karena suka mengikuti dan sanagt penurut kepadanya. Orang yang boros bermakna orang yang membelanjakan hartanya dalam perkara yang tidak mengandung ketaatan.
B. Surah Al Baqarah Ayat 177
1. Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat oleh Abdurrazaq dari Ma’mar dan dari Qatadah serta riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abul aliyah menerangkan tentang kaum Yahudi yang menganggap bahwa yang baik itu salat menghadap ke barat, sedangkan kaum Nasrani mengarah ke timur sehingga turuklah Al Baqarah Ayat ini

2. Bacaan Surah Al Baqarah Ayat 177
Artinya: “Bukanlah kebaikan-kebaikan itu menghadapkan ke wajah kamu kea rah timur dan barat, tetapi kebaikan itu adalah barang siapa yang beriman kepada Allah, hari akhirat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada para kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang membutuhkan pertolongan), orang-orang yang meminta-minta, dan membebaskan perbudakan, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan orang-orang yanmg memenuhi janjinya bila mereka berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam menghadapi kesempitan, penderitaan,dan pada waktu peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa. “ (QS. Al Baqarah: 177)
3. Isi Kandungan
Yang dimaksud denagn kebaikan pada surah Al Baqarah Ayat 177 ini adalah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan senantiasa mewujudkan keimanannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh-contoh dari perbuatan baik tersebut antara lain sebagai berikut.
a.       Memberi harta yang dicintainya kepada karib kerabat yang membutuhkannya.
b.      Memberikan bantuan kepada anak yatim.
c.       Memberikan harta kepada musafir yang membutuhkan.
d.      Memberi harta kepada orang-orang yang terpaksa meminta-minta.
e.       Memberikan harta untuk memerdekakan hamba sahaya.
f.       Menjalankan ibadah yang telah diperintahkan Allah denagn penuh keikhlasan.
g.      Menunaikan zakat kepada orang yang berhak menerimanya sebagaimana yang tersebut dalam surah At Taubah Ayat 60.
h.      Menepati janji bagi mereka yang mengadakan perjanjian.

Akan tetapi, terhadap janji yang bertentangan dengan hokum Allah
(syariat islam) seperti janji dalam perbuatan maksiat, maka janji itu tidak boleh (haram) dilakukan.
Nilai amal shaleh sangat erat kaitannya denagn iman. Sebaliknya, amal saleh bila tidak didasari dengan iman (bukan karena Allah), maka dosa itu tidak bias ditebus dengan amal saleh sebesar apapun sehingga perbuatan-perbuatan baik yang telah dilakukan tidaka akan bernilai (pahala) dan sia-sia. Al Quran dalam hal ini menyatakan sebagai berikut.

a.       Orang yang mati dalam kekafiran akan dihapus amalannya.
b.      Orang-orang yang musyrik akan dihapus amalannya.
c.       Amal perbuatan orang-orang kafir akan sia-sia.
d.      Orang kafir akan ditimpakan siksa di dunia dan di akhirat.
e.       Orang kafir dan musyrik akan dimasukkan ke dalam neraka.
f.       Orang yang tidak beriman kepada akhirat hanya mendapatkan kehidupan dunia saja.
C. Penerapan Sikap dan Perilaku
Pencerminan terhadap Surah Al Isra ayat 26-27 dan Al Baqarah Ayat 177 dapat melahirkan perilaku,antara lain sebagai berikut.
1.      Bekerja dengan tekun untuk mencari nafkah demi keluarga.
2.      Suka menabung dan tidak pernah berlaku boros meskipun memiliki banyak harta.
3.      Menjauhi segala macam kegiatan yang sia-sia dan menghabiskan waktu percuma.
4.      Suka bersedekah, khusunya terhadap orang yang kekurangan dimulai dari keluarga dan tetangga terdekat.
5.      Mempelajari ilmu agama dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Muhammad sang pecinta kaum dhuafa
Dan oleh kasih Tuhanmu kamu pun (Muhammad) bersikap lemah-lembut kepada mereka
(QS 3:159)
Demikian Tuhan sendiri menggambarkan sifat-utama pesuruhnya. Bukan hanya itu, di dalam kitab-suci-Nya Dia kabarkan:
Telah datang padamu seorang Pesuruh dari (kalangan) dirimu sendiri. Dia merasa berat atas apa-apa yang menimpamu, sangat menginginkan (kesejahteraan)-mu, dan kepada orang-orang beriman dia amatlah penyantun dan penyayang. (QS 9:128)
Kiranya, semua sifat penuh kasih dan kelembutan itu adalah suatu kenyataan logis mengingat Tuannya Muhammad s.a.w. itu telah berfirman bahwa, ia (Muhammad) tak disuruh kecuali untuk menebarkan kasih bagi alam dan segenap penghuninya (QS 21:107). Ia adalah utusan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, ia adalah suruhan Penopang dan Pemelihara alam keseluruhan.Suatu kali sahabatnya mendengar ia berkata: ”Orang-orang yang saling mencinta karena mengakui Kebesaran-Nya, hidupnya akan penuh cahaya, sehingga bahkan para nabi dan syuhada iri kepadanya.” Memang, ”tak akan masuk surga … kecuali kalian saling mencinta,” begitu dinasihatkannya.
Biografinya penuh dengan kisah-kisah fantastis yang mendemonstrasikan sifat penuh cinta-kasih seperti itu. Juga kepada anak-anak. Dia dikenal tak tahan mendengar tangis anak-anak; sebaliknya, orang melihatnya senang menggendong dan memboncengkan mereka di atas untanya. Dia senang menciumi anak-anak sehingga, ketika seorang badui mengecamnya karena mempertunjukkan sikap yang katanya kurang ”laki-laki”, dengan agak kesal dia menukas: ”Siapa yang tidak mengasihi tak akan dikasihi.”Keprihatinannya terhadap nasib para janda juga sudah merupakan bahan standar dalam uraian-biografisnya. Dia jadikan upaya mengurusi kaum yang lemah ini sebagai insentif untuk meraih surga, sebagaimana menyantuni anak yatim adalah bukti integritas keagamaan seseorang. Yang tak pernah dia lupakan, kapan saja ia bertemu anak-anak tanpa ibu-bapa ini, adalah mengusap-usap kepala mereka. Katanya: ”Orang yang menyantuni anak yatim akan bersamaku di surga, seperti jari telunjuk dan jari tengah.”
Berkiprah di tengah-tengah kaum dhu’afa, belajar dari Nabi ini, adalah tak kurang daripada perjalanan spiritual untuk menemui-Nya. Katanya: ”Temui (Dia) di tengah-tengah mereka.”
Meski perbudakan adalah sesuatu yang lazim di masanya, perlakuan Muhammad s.a.w. kepada mereka tak beda dengan terhadap manusia merdeka. Seorang budak perempuan yang bersedih karena menghilangkan uang belanja majikannya membuatnya mau menunda aktivitasnya. Digantinya uang yang hilang, diantarnya si budak ke pasar untuk membeli barang suruhan majikannya, dan ditemaninya pulang ke rumah demi menghindarkan kemarahan sang tuan akibat keterlambatan yang lama. Begitu baiknya ia kepada budaknya sendiri, Zaid ibn Haritsah, sehingga sang budak tetap memilih tinggal bersamanya bahkan ketika ia hendak diserahkan kembali kepada orangtuanya sebagai manusia merdeka. Kata sang budak, sepanjang hidupnya Muhammad tak pernah menunjukkan kekesalan kepadanya.
Rasa pemaafnya nyaris tanpa batas. Dia menjenguk musuh yang terus menghina dan menyiraminya dengan kotoran ketika si musuh didapatinya terbaring sakit. Dia menyuapi Yahudi tunanetra yang setiap hari mencacinya. Dan dia memberikan amnesti tanpa syarat kepada kaum penindas Makkah yang telah berupaya menyengsarakan hidupnya, justru ketika dia bisa melakukan apa saja setelah menaklukkan mereka. Ketika Jibril bertanya, apakah Nabi mau agar ia (Jibril) jatuhkan gunung kepada orang-orang yang menganiayanya di Tha’if, dia malah memintakan ampun atas merka. ”Karena mereka tidak mengerti,” katanya.
Tak hanya ketika di dunia saja Muhammad mempersembahkan hidupnya untuk manusia. Di ranjang-kematiannya, kata-kata yang terus terucap adalah: ”Umatkuumatku ….” Bahkan, dikabarkan bahwa, kelak di padang mahsyar sana, ketika semua orang bukan alang-kepalang kebingungan dan ketakutan, ketika ibu-ibu pun melupakan anak-anaknya karena dahsyat dan mencekamnya suasana, yang dia lakukan adalah memanggil semua orang – termasuk para pendosa: ”Halumma … halumma … (Kemarilahkemarilah …). Biar aku berikan syafa’atku kepadamu, agar Tuhan mengampuni dosa-dosamu.”
Begitu kasihnya Muhammad pada manusia sehingga dia katakan bahwa Tuhannya ada bersama orang-orang lemah, orang-orang yang hancur hatinya, orang-orang lapar, orang-orang yang terasing dan kesepian, dan orang-orang sakit. Bahkan, tak ada Islam yang lebih utama ketimbang menyantuni mereka.
”Apakah Islam yang paling baik itu?” ia ditanya.
Islam yang paling baik adalah memberi makan orang yang lapar dan menebarkan kedamaian di tengah orang-orang yang kau kenal maupun yang asing,” jawabnya.
Suatu kali ia pun mengajar kita: ”Barangsiapa menyayangi apa-apa yang ada di bumi, dia akan disayangi Yang di Langit.”
Kedermawanan-hatinya tak mengecualikan manusia, bahkan makhluk lain yang bukan manusia. Sudah terkenal perintahnya agar manusia tak merusak tetumbuhan, meskipun dalam kecamuk perang. Pernah dia kabarkan pula ihwal seorang pelacur yang diampuni dosa-dosa-kejinya hanya karena memberi minum seekor anjing yang kehausan. Hingga sabdanya: ”Dalam setiapyang di dalamnya melata kehidupan, ada ganjaran.”Kepada orang kafir pun tak kurang-kurang ia luapkan kedermawanan hatinya. Setidaknya ini kisah Jalaluddin Rumi dalam Matsnawi-nya : (makhluk)
Seorang kafir mengunjungi Nabi, dan Nabi pun menjamunya. Sebagaimana kebiasaan orang-orang yang hanya percaya dunia, dia makan dengan ”tujuh perut”-nya. Tapi bukan itu saja. Setelah mengenyangkan dirinya, dia berbaring di ruang tamu, dan mengotori kain linen, milik Nabi, tempatnya berbaring. Malah akhirnya dia menyelinap keluar rumah begitu saja sebelum fajar menjelang. Ketika ia terpaksa kembali untuk mengambil barangnya yang tak sengaja tertinggal di rumah Nabi, didapatinya manusia mulia ini sedang mencuci kain linen itu dengan tangannya sendiri, tanpa sedikit pun menunjukkan kekesalan kepada si kafir.
Memang, tak ada yang bisa ragu, Muhammad s.a.w. menjadikan jalan terpendek untuk bertemu Tuhan kita, tidak pada sekadar ibadah ritual belaka, bahkan tidak pada latihan-latihan mistik individual saja, melainkan pada besarnya cinta kita. Cinta kepada Tuhan Sang Maha Cinta, dan cinta pada sesama manusia.